DEMOKRASI
A.
PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN
TENTANG DEMOKRASI :
Dalam
ilmu politik, dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi: pemahaman secara
normatif dan pemahaman secara empirik. Untuk pemahaman yang terakhir ini
disebut juga sebagai procedural democracy. Dalam pemahaman secara normatif,
demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil hendaknya dilakukan atau
diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti ungkapan Presiden Amerika Lincoln
dalam pidatonya “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.
Ungkapan normatif tersebut, biasanya diterjemahkan dalam konstitusi pada
masing-masing negara, misalnya Undang-Undang dasar 1945 bagi Pemerintah
Republik Indonesia. (Demokrasi di Indonesia)
·
Pengertian
Demokrasi di Indonesia :
“Kedaulatan
adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat” (Pasal 1 ayat 2).
“Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya, ditetapkan dengan Undang-Undang” (Pasal 28).
Kutipan
pasal-pasal dan ayat-ayat Undang-Undang dasar 1945 di atas merupakan definisi
normatif dari demokrasi. Tetapi apa yang normatif belum tentu dapat dilihat
dalam konteks kehidupan politik sehari-hari suatu negara. Oleh karena itu
sangat perlu melihat makna demokrasi secara empirik, yakni demokrasi dalam
perwujudannya dalam kehidupan politik praktis.
B
. KONSEP DEMOKRASI , BENTUK DEMOKRASI DALAM SISTEM PEMERINTAHAN
NEGARA :
Gaffar
(2004:7-9) mengemukakan beberapa indikator apakah sebuah political order
merupakan sistem yang demokratik atau tidak, yaitu : Pertama Akuntabilitas,
dalam demokrasi setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat
mempertanggungjawabkan kebijakan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya
itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan
yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupannya sehari-hari.
Kedua rotasi kekuasaan, dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi
kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya
satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup
sama sekali.
Ketiga
rekruitmen politik yang terbuka, untuk memungkinkan terjadinya rotasi
kekuasaan, diperlukan satu sistem rekruitmen politik terbuka. Artinya, setiap
orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih
oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi
jabatan tersebut.
Keempat
pemilihan Umum, dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara
teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan
dipilih serta bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati
nuraninya. Kelima menikmati hak-hak dasar, dalam suatu negara yang demokratis,
setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas,
termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression),
hak untuk berkumpul dan beserikat (freedom of assembly), dan hak untuk
menikmati pers yang bebas (freedom of the press).
·
Menurut Urofsky (2001:2-5), ada
11 prinsif yang telah dikenal dan diyakini sebagai kunci untuk memahami
bagaimana demokrasi bertumbuh kembang, yaitu :
1. Prinsif
pemerintahan berdasarkan Konstitusi: proses pembuatan undang-undang harus
dilakukan dengan aturan-aturan tertetu; harus ada cara yang telah disepakati
untuk pembuatan dan pengubahan undang-undang, dan area-area tertentu yang
disebut sebagai hak-hak individu yang tidak bisa disentuh oleh kehendak
mayoritas. Konstitusi adalah sebuah produk hukum, namun pada saat yang
bersamaan ia harus lebih sekedar hal itu. Ia adalah dokumen organik dari
pemerintahan, yang mengatur kekuasaan dari pilar-pilar pemerintahan yang
berbeda sekaligus acuan batasan kewenangan pemerintah.
2. Pemilihan
Umum yang Demokratis: sebagus apapun sebuah pemerintahan dirancang, ia tak bisa
dianggap demokratis kecuali para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih
secara bebas oleh warga negara dalam cara yang terbuka dan jujur untuk
semuanya.
3. Federalisme,
Pemerintahan Negara Bagian dan Lokal: sebuah negara federal mempunyai sebuah
keunikan, dimana kekuasaan dan kewenangan dibagi dan dijalankan oleh
pemerintahan lokal, negara bagian, dan nasional. Namun jika model ini tak cocok
untuk sebuah negara, tetap ada pelajaran yang bisa dipetik. Semakin jauh suatu
pemerintahan dari rakyatnya, maka ia semakin kurang efektif dan semakin kurang
mendapat kepercayaan.
4. Pembuatan
Undang-undang : Kunci pembuatan hukum (undang-undang) yang demokratis tidak
terletak pada tata cara atau bagaimana atau bahkan forum di mana peraturan itu
dihasilkan, melainkan pada sifat keterbukaan prosesnya bagi penduduk dan
perlunya pemahaman terhadap harapan rakyat.
5. Sistem
peradilan yang independen : Pengadilan bisa menjadi sangat kuat dalam
demokrasi, dan melalui banyak cara ia adalah tangan yang menafsirkan dan
memberlakukan aturan-aturan yang ada di konstitusi.
6. Kekuasaan
lembaga kepresidenan : Semua masyarakat modern harus memiliki pimpinan
eksekutif yang mampu memikul tanggung jawab pemerintahan, mulai dari
administrasi sederhana sebuah program sampai menggerakkan angkatan bersenjata
untuk membela negara semasa perang.
7. Peran
media yang bebas : Yang terkait erat dengan hak publik untuk tahu adalah media
yang bebas surat kabar, jaringan radio dan televisi yang bisa menginvestigasi
jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan.
8. Peran
kelompok-kelompok kepentingan : Pemerintah harus memperhatikan dan
memberdayakan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat baik itu partai politik
maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan guna menyampaikan kehendak dan
tuntutan rakyat.
9. Hak
masyarakat untuk tahu : Dalam demokrasi, pemerintah seharusnya bersikap
terbuka, yang artinya gagasan dan keputusannya harus terbuka bagi pengujian
publik secara seksama. Sudah barang tentu tidak semua langkah pemerintah harus
dipublikasikan, namun rakyat punya hak untuk mengetahui bagaimana uang
pajak mereka dibelanjakan, apakah penegakan hukum efisien dan efektif,
dan apakah wakil-wakil terpilih mereka bertindak secara
bertanggungjawab.
10. Melindungi
hak-hak minoritas : Jika ”demokrasi” diartikan sebagai kehendak mayoritas, maka
salah satu masalah besar adalah bagaimana minoritas diperlakukan. Minoritas
tidak diartikan sebagai orang-orang yang memilih lawan dari partai yang
memenangkan pemilihan umum, melainkan pada mereka yang jelas-jelas berbeda
dengan mayoritas karena alasan ras, agama, atau ke-etnisan.
11. Kontrol
sipil atas militer : Dalam demokrasi, militer bukan hanya harus berada di bawah
kontrol kewenangan sipil sepenuhnya, namun ia juga harus memiliki budaya yang
menegaskan bahwa peran tentara adalah sebagai abdi dan bukannya penguasa
masyarakat.
Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah politik Indonesia, kita setidaknya mengenal empat macam demokrasi, yaitu demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, demokrasi parlementer (repsentatif democracy) , demokrasi terpimpin (guided democracy), dan demokrasi Pancasila (Pancasila democracy) (Gaffar, 2004:10).
Dalam sejarah politik Indonesia, kita setidaknya mengenal empat macam demokrasi, yaitu demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, demokrasi parlementer (repsentatif democracy) , demokrasi terpimpin (guided democracy), dan demokrasi Pancasila (Pancasila democracy) (Gaffar, 2004:10).
a. Demokrasi Liberal (pemerintahan masa revolusi kemerdekaan) (1945-1949)
Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan berlangsung dari tahun 1945 hingga tahun 1949, ada beberapa hal yang fundemental yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia periode ini, yaitu :
1. Political
franchise yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak semula mempunyai
komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga ketika kemerdekaan
direbut, semua warga negara yang sudah dianggap dewasa memiliki hak-hak
politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku,
dan kedaerahan.
2. Presiden
yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang diktator,
dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk
untuk menggantikan parlementer.
3. Dengan
maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai
politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di
Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah politik kita.
b. Demokrasi parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959, dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Periode pemerintahan dalam masa ini disebut sebagai pemerintahan parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia sebelum masa repormasi. Periode itu dapat disebut juga sebagai “Representative/Participatory Democracy”.
Masa Demokrasi Parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
1. lembaga
perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam
proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini
diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah
yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatan.
2. akuntabilitas
pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi
karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol
sosial.
3. kehidupan
kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sangat besar untuk
berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem banyak
partai (multy patry system). Ada hampir 40 partai politik yang terbentuk dengan
tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau
pimpinan partainya maupun para pendukungnya.
4. sekalipun
Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada tahun 1955, tetapi Pemilihan
Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
5. masyarakat
pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak berkurang sama
sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan
maksimal.
6. dalam
masa pemerintahan parlemeter, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup,
bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan
untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah Pusat dan
pemerintah Daerah.
c. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sejak berakhirnya Pemilihan Umum 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh.
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi Terpimpin adalah :
1. Mengaburnya
sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan
diri dalam kerangka kontestasi politik untuk mengisi jabatan politik di
pemerintahan (karena Pemilihan Umum tidak pernah dijalankan), tetapi
lebih merupakan elemen penopang dari tarik menarik anatara Presiden Soekarno,
Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia.
2. Dengan
terbentuk DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional
menjadi semakin lemah. Sebab DPR-GR kemudian lebih merupakan instrumen politik
Presiden Soekarno.
3. Basic
human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan mudah menyingkirkan
lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakannya atau yang
mempunyai keberanian untuk menentangnya.
4. Masa
Demokrasi Terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers.
Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh Soekarno.
5. Sentralisasi
kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah Pusat dengan
pemerintah Daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.
d.
Demokrasi Pancasila (demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru)
Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1965 samapai 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde baru.
Orde Baru memberikan pengharapan baru, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menjadi lebih demokratik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, pengganti presiden yang otoriter ternyata seorang otoriter juga.
Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1965 samapai 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde baru.
Orde Baru memberikan pengharapan baru, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menjadi lebih demokratik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, pengganti presiden yang otoriter ternyata seorang otoriter juga.
Ada beberapa indikator demokrasi yang digunakan pada masa demokrasi yang berlabel pancasila ini, yaitu :
1. Rotasi
kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali yang
terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/ walikota,
camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan Orde Baru
hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara
esensial masih tetap sama.
2. Rekruitmen
politik tertutup. Political recruitment merupakan proses pengisian jabatan
politik dalam penyelewengan pemerintahan negara. Termasuk di dalamnya adalah
jabatan eksekutif (Presiden disertai dengan para menteri kabinet), legislatif
(MPR, DPR, DPRD, Tingkat I, DPRD Tingkat II), dan jabatan lembaga tinggi
lainnya.
3. Pemilihan
Umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum telah dilangsungkan
sebanyak enam kali, dengan frekwensi yang teratur, yaitu setiap lima tahun
sekali. Tetapi, kalau kita mengamati kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum di
Indonesia bisa disimpulkan amat jauh dari semangat demokrasi.
4. Basic
human rights. Persoalan ini juga masih merupakan hal yang sangat rumit. Sudah
bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional seringkali menyoroti
politik berkaitan erat dengan implementasi masalah hak-hak asasi manusia.
Seperti masalah kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat.
C.PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN BELA NEGARA
Pada dasarnya Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara diselenggarakan guna memasyarakatkan upaya bela negara dengan cara
menyadarkan segenap warga negara akan hak dan kewajiban dalam upaya bela
negara. Menyadari akan hal tersebut di atas, maka pembinaan kesadaran bela
negara akan dapat berhasil dengan baik apabila dilaksanakan dengan
memperhitungkan tingkat kesiapan dan tingkat perkembangan dari peserta didik.
Dalam rangka proses internalisasi kesadaran bela negara sebaiknya peserta didik
diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan kepribadian sebaik-baiknya atas
dasar pengalaman pribadi yang diperolehnya melalui interaksi dengan lingkungan.
Bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Asas demokrasi dalam pembelaan negara
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan asas demokrasi. Asas demokrasi dalam pembelaan negara mencakup dua arti :
- Bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku.
- Bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
Bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Asas demokrasi dalam pembelaan negara
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan asas demokrasi. Asas demokrasi dalam pembelaan negara mencakup dua arti :
- Bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku.
- Bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
Sumber :
·
Daftar Pustaka - Pengertian Demokrasi di
Indonesia, Makalah, Sejarah, Macam Demokrasi
Liberal, Parlementer ,Terpimpin, Pancasila
·
Mahfud MD, Moh. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di
Indonesia (Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan).
Cetakan II, Rineka Cipta, Jakarta.
·
Gaffar, Afan. 2004. Politik Indonesia Transisi
Menuju Demokrasi. Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
·
Murod, Ma’mun. 1999. Menyingkap Pemikiran Politik Gus
Dur dan Amien Rais tentang Negara. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
·
Urofsky, M. I. 2001. Jurnal Demokrasi. Office of
international Information Program, U.S. Department of State
·
http://niekerahma.blogspot.com/2011/02/konsep-demokrasi-bentuk-demokrasi-dalam.html