Minggu, 17 Maret 2013

DEMOKRASI


     DEMOKRASI

A.    PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN TENTANG DEMOKRASI :
Dalam ilmu politik, dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi: pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik. Untuk pemahaman yang terakhir ini disebut juga sebagai procedural democracy. Dalam pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil hendaknya dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti ungkapan Presiden Amerika Lincoln dalam pidatonya “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Ungkapan normatif tersebut, biasanya diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing negara, misalnya Undang-Undang dasar 1945 bagi Pemerintah Republik Indonesia. (Demokrasi di Indonesia)

·         Pengertian Demokrasi di Indonesia :
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” (Pasal 1 ayat 2).
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan Undang-Undang” (Pasal 28).
Kutipan pasal-pasal dan ayat-ayat Undang-Undang dasar 1945 di atas merupakan definisi normatif dari demokrasi. Tetapi apa yang normatif belum tentu dapat dilihat dalam konteks kehidupan politik sehari-hari suatu negara. Oleh karena itu sangat perlu melihat makna demokrasi secara empirik, yakni demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik praktis.

B . KONSEP DEMOKRASI , BENTUK DEMOKRASI DALAM SISTEM       PEMERINTAHAN NEGARA :
Gaffar (2004:7-9) mengemukakan beberapa indikator apakah sebuah political order merupakan sistem yang demokratik atau tidak, yaitu : Pertama Akuntabilitas, dalam demokrasi setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupannya sehari-hari. Kedua rotasi kekuasaan, dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali.
Ketiga rekruitmen politik yang terbuka,  untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekruitmen politik terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.

Keempat pemilihan Umum, dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Kelima menikmati hak-hak dasar, dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul dan beserikat (freedom of assembly), dan hak untuk menikmati pers yang bebas (freedom of the press).

·      Menurut Urofsky (2001:2-5), ada 11 prinsif yang telah dikenal dan diyakini sebagai kunci untuk memahami bagaimana demokrasi bertumbuh kembang, yaitu :
1.      Prinsif pemerintahan berdasarkan Konstitusi: proses pembuatan undang-undang harus dilakukan dengan aturan-aturan tertetu; harus ada cara yang telah disepakati untuk pembuatan dan pengubahan undang-undang, dan area-area tertentu yang disebut sebagai hak-hak individu yang tidak bisa disentuh oleh kehendak mayoritas. Konstitusi adalah sebuah produk hukum, namun pada saat yang bersamaan ia harus lebih sekedar hal itu. Ia adalah dokumen organik dari pemerintahan, yang mengatur kekuasaan dari pilar-pilar pemerintahan yang berbeda sekaligus acuan batasan kewenangan pemerintah.
2.      Pemilihan Umum yang Demokratis: sebagus apapun sebuah pemerintahan dirancang, ia tak bisa dianggap demokratis kecuali para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara bebas oleh warga negara dalam cara yang terbuka dan jujur untuk semuanya.
3.      Federalisme, Pemerintahan Negara Bagian dan Lokal: sebuah negara federal mempunyai sebuah keunikan, dimana kekuasaan dan kewenangan dibagi dan dijalankan oleh pemerintahan lokal, negara bagian, dan nasional. Namun jika model ini tak cocok untuk sebuah negara, tetap ada pelajaran yang bisa dipetik. Semakin jauh suatu pemerintahan dari rakyatnya, maka ia semakin kurang efektif dan semakin kurang mendapat kepercayaan.
4.      Pembuatan Undang-undang : Kunci pembuatan hukum (undang-undang) yang demokratis tidak terletak pada tata cara atau bagaimana atau bahkan forum di mana peraturan itu dihasilkan, melainkan pada sifat keterbukaan prosesnya bagi penduduk dan perlunya pemahaman terhadap harapan rakyat. 
5.      Sistem peradilan yang independen : Pengadilan bisa menjadi sangat kuat dalam demokrasi, dan melalui banyak cara ia adalah tangan yang menafsirkan dan memberlakukan aturan-aturan yang ada di konstitusi.
6.      Kekuasaan lembaga kepresidenan : Semua masyarakat modern harus memiliki pimpinan eksekutif yang mampu memikul tanggung jawab pemerintahan, mulai dari administrasi sederhana sebuah program sampai menggerakkan angkatan bersenjata untuk membela negara semasa perang.
7.      Peran media yang bebas : Yang terkait erat dengan hak publik untuk tahu adalah media yang bebas surat kabar, jaringan radio dan televisi yang bisa menginvestigasi jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan.
8.      Peran kelompok-kelompok kepentingan : Pemerintah harus memperhatikan dan memberdayakan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat baik itu partai politik maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan guna menyampaikan kehendak dan tuntutan rakyat.
9.      Hak masyarakat untuk tahu : Dalam demokrasi, pemerintah seharusnya  bersikap terbuka, yang artinya gagasan dan keputusannya harus terbuka bagi pengujian publik secara seksama. Sudah barang tentu tidak semua langkah pemerintah harus dipublikasikan, namun rakyat punya hak untuk mengetahui bagaimana uang pajak  mereka dibelanjakan, apakah penegakan hukum efisien dan efektif, dan apakah wakil-wakil terpilih mereka bertindak secara bertanggungjawab.   
10.  Melindungi hak-hak minoritas : Jika ”demokrasi” diartikan sebagai kehendak mayoritas, maka salah satu masalah besar adalah bagaimana minoritas diperlakukan. Minoritas tidak diartikan sebagai orang-orang yang memilih lawan dari partai yang memenangkan pemilihan umum, melainkan pada mereka yang jelas-jelas berbeda dengan mayoritas karena alasan ras, agama, atau ke-etnisan. 
11.  Kontrol sipil atas militer : Dalam demokrasi, militer bukan hanya harus berada di bawah kontrol kewenangan sipil sepenuhnya, namun ia juga harus memiliki budaya yang menegaskan bahwa peran tentara adalah sebagai abdi dan bukannya penguasa masyarakat.


Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah politik Indonesia, kita setidaknya mengenal empat macam demokrasi, yaitu demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, demokrasi  parlementer (repsentatif democracy) , demokrasi terpimpin (guided democracy), dan demokrasi Pancasila (Pancasila democracy) (Gaffar, 2004:10).


a.    Demokrasi Liberal (pemerintahan masa revolusi kemerdekaan) (1945-1949)
Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan berlangsung dari tahun 1945 hingga tahun 1949, ada beberapa hal yang fundemental yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia periode ini, yaitu :
1.      Political franchise yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak semula mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga ketika kemerdekaan direbut, semua warga negara yang sudah dianggap dewasa memiliki  hak-hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.
2.      Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang diktator, dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk menggantikan parlementer.
3.      Dengan  maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah politik kita.  


b.    Demokrasi parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959, dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Periode pemerintahan dalam masa ini disebut sebagai pemerintahan parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia sebelum masa repormasi. Periode itu dapat disebut juga sebagai “Representative/Participatory Democracy”.

Masa Demokrasi Parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
1.      lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.  Perwujudan kekuasaan parlemen ini  diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatan.
2.      akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial.
3.      kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sangat besar untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem banyak partai (multy patry system). Ada hampir 40 partai politik yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya.
4.      sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada tahun 1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
5.      masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak berkurang sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal.
6.      dalam masa pemerintahan parlemeter, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup, bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah.


c.    Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sejak berakhirnya Pemilihan Umum 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh. 

Demokrasi  terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi Terpimpin adalah :
1.      Mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan diri dalam kerangka kontestasi politik untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan  (karena Pemilihan Umum tidak pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik menarik anatara Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia.
2.      Dengan terbentuk DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi semakin lemah. Sebab DPR-GR kemudian lebih merupakan instrumen politik Presiden Soekarno.
3.      Basic human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakannya atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
4.      Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh Soekarno.
5.      Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.

d.     Demokrasi Pancasila (demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru) 
Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1965 samapai 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde baru.

Orde Baru memberikan pengharapan baru, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menjadi lebih demokratik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, pengganti presiden yang otoriter ternyata seorang otoriter juga.


Ada beberapa indikator demokrasi yang digunakan pada masa demokrasi yang berlabel pancasila ini, yaitu :

1.      Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali yang terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/ walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
2.      Rekruitmen politik tertutup. Political recruitment merupakan proses pengisian jabatan politik dalam penyelewengan pemerintahan negara. Termasuk di dalamnya adalah jabatan eksekutif (Presiden disertai dengan para menteri kabinet), legislatif (MPR, DPR, DPRD, Tingkat I, DPRD Tingkat II), dan jabatan lembaga tinggi lainnya.
3.      Pemilihan Umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum telah dilangsungkan sebanyak enam kali, dengan frekwensi yang teratur, yaitu setiap lima tahun sekali. Tetapi, kalau kita mengamati kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia bisa disimpulkan amat jauh dari semangat demokrasi.  
4.      Basic human rights. Persoalan ini juga masih merupakan hal yang sangat rumit. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional seringkali menyoroti politik berkaitan erat dengan implementasi masalah hak-hak asasi manusia. Seperti masalah kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat. 

C.PERKEMBANGAN PENDIDIKAN BELA NEGARA

Pada dasarnya Pendidikan Pendahuluan Bela Negara diselenggarakan guna memasyarakatkan upaya bela negara dengan cara menyadarkan segenap warga negara akan hak dan kewajiban dalam upaya bela negara. Menyadari akan hal tersebut di atas, maka pembinaan kesadaran bela negara akan dapat berhasil dengan baik apabila dilaksanakan dengan memperhitungkan tingkat kesiapan dan tingkat perkembangan dari peserta didik. Dalam rangka proses internalisasi kesadaran bela negara sebaiknya peserta didik diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan kepribadian sebaik-baiknya atas dasar pengalaman pribadi yang diperolehnya melalui interaksi dengan lingkungan.
Bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Asas demokrasi dalam pembelaan negara
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan asas demokrasi. Asas demokrasi dalam pembelaan negara mencakup dua arti :
-  Bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku.
-  Bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

Sumber :

·         Daftar Pustaka - Pengertian Demokrasi di Indonesia,  Makalah, Sejarah, Macam Demokrasi Liberal, Parlementer ,Terpimpin, Pancasila

·         Mahfud MD, Moh. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan). Cetakan II, Rineka Cipta, Jakarta.

·         Gaffar, Afan. 2004. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

·         Murod, Ma’mun. 1999. Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amien Rais tentang Negara. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

·         Urofsky, M. I. 2001. Jurnal Demokrasi. Office of international Information Program, U.S. Department of State

·         http://www.google.co.id/

·         http://niekerahma.blogspot.com/2011/02/konsep-demokrasi-bentuk-demokrasi-dalam.html






















Kamis, 14 Maret 2013

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

          PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
1. Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak era sebelum dan selama penjajahan ,dilanjutkan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda-beda diharap bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nulai kejuangan bangsa yang dilandasi jiwa,tekad dan semangat kebangsaan. Semangat perjuangan bangsa yang tidak mengenal menyerah harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.
2. Semangat perjuangan bangsa mengalami pasang surut sesuai dinamika perjalanan kehidupan yang disebabkan antara lain pengaruh globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya dibidang informasi, Komunikasi dan Transportasi, sehingga dunia menjadi transparan yang seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian menciptakan struktur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia serta mempengaruhi pola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia.
3. Semangat perjuangan bangsa indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi. Warga negara Indonesia perlu memiliki wawasan dan kesadaran bernegara,sikap dan perilaku, cinta tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi utuh dan tegaknya NKRI

B. Landasan hukum Pendidikan Kewarganegaraan

1. UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita, tujuan dan aspirasi Bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya).
b. Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan Warganegara di dalam hukum dan pemerintahan.
c. Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya bela negara.
d. Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
e. Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan.
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
C. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

D. Pengertian Negara menurut para ahli
·         Roelof Krannenburg 
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
·         Prof. Mr. Soenarko 
Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
·         Aristoteles 
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
·         Pengertian Negara Secara Umum
Negara adalah satu kesatuan organisasi yang didalamnya terdapat rakyat, wilayah yang tetap, & memiliki kekuatan yang diatur oleh pemerintahan yang berdaulat serta memiliki ikatan kerja yang mempunyai tujuan untuk mengatur & memelihara instrumen-instrumen yang ada disalamnya dengan kekuasaan yang ada.


Pengertian Bangsa menurut para ahli :
·         Ernest Renan
Sebagai Ilmuwan Prancis, Ernest Renan berpendapat bahwa bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama dengan perasaan kesetiakawanan yang Agung.
·         F.Ratzel
Seorang ahli dari Jerman ini berpendapat bahwa sebuah bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat atau keinginan tersebut muncul karena adanya perasaan kesatuan antara manusia dan lingkungan tempat tinggalnya.
·         Hans Kohn
Ilmuwan dari Jerman ini berpendapat bahwa bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah.
Pengertian Bangsa Secara Umum :
Bangsa secara umum dapat diartikan sebagai “Kesatuan orang-orang yang sama asal keturunan, adat, agama, dan historisnya”Bangsa adalah sekelompok besar manusia yang memiliki cita-cita moral dan hukun yang terikat menjadi satu karena keinginan dan pengalaman sejarah di masa lalu serta mendiami wilayah suatu Negara.

E. Hak & Kewajiban Warga Negara
Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban sebagai warga negara mencakup pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34.
Hak-hak warga negara yang substansial pada prinsipnya antara lain meliputi:

1. Hak untuk memilih/memberikan suara
2. hak kebebasan berbicara
3. Hak kebebasan pers
4. hak kebebasan beragama
5. Hak kebebasan bergerak
6. Hak kebebasan berkumpul
7. hak kebebasan dari perlakuan sewenang-wenang oleh sistem politik dan atau hukum.

Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.
A. Contoh Hak Warga Negara Indonesia :
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan    masing-masing yang dipercayai
5. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku

B. Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia :
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.



Sumber :
http://hildasilvia1892.wordpress.com/2012/03/16/latar-belakang-tujuan-landasan-hukum-pendidikan-kewarganegaraan-pengertian-bangsa-negara-serta-hak-kewajiban-warga-negara/