Kawasan Cagar Budaya Betawi Situ
Babakan
DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Negara
Indonesia yang menjadi pusat pemerintahan, pembangunan, perekonomian dan
lainnya yang menarik para penduduk dari berbagai daerah untuk tinggal dan
datang ke kota ini. Hal ini dan perkembangan kota yang tidak seimbang
menyebabkan semakin terpinggirnya warga Betawi yang mana warga asli Jakarta.
Ini dapat menyebabkan Kota Jakarta tidak mempunyai karakter dan kekhasan
daerah. Karena itu dibentuklah Cagar Budaya Betawi yang salah satunya yaitu
Situ Babakan/ Danau.
Pintu masuk Setu
Babakan
Situ Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang
ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan
budaya Betawi secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak di selatan
Kota Jakarta ini merupakan salah satu objek wisata yang menarik bagi wisatawan
yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli
secara langsung. Di perkampungan ini, masyarakat Situ Babakan masih
mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi, memancing, bercocok
tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi.
Melalui cara hidup inilah, mereka aktif menjaga lingkungan dan meningkatkan
taraf hidupnya.
Aktivitas di dalam Setu
Babakan
Kawasan huniannya memiliki nuansa yang masih kuat
dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan, jajanan, busana,, rutinitas
keagamaan, maupun arsitektur rumah Betawi. Dari perkampungan yang luasnya 289 Hektar, 65 hektar di
antaranya adalah milik pemerintah di mana yang baru dikelola hanya 32
hektar. Perkampungan ini didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli
Betawi yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian
kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat, jawa
tengah, Kalimantan, dll yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini.
Sebelumnya ada kawasan yang direncanakan serupa
yaitu di wilayah Condet, namun gagal karena seiring perjalanan waktu perkampungan
tersebut semakin luntur dari nuansa budaya Betawi-nya, karena itu diperlukan
cara yang tepat agar kawasan Situ Babakan ini berhasil mempertahankan,
melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi.
a.
Situ Babakan
Situ Babakan atau Danau
Babakan terletak di Srengseng Sawah, kecamatan Jagakarsa, Kotamadya
Jakarta Selatan, Indonesia dekat Depok yang berfungsi sebagai pusat
Perkampungan Budaya Betawi, suatu area yang diperuntukkan untuk pelestarian
warisan budaya Jakarta, yaitu budaya asli Betawi.
Setu Babakan
(sumber : https://setubabakan.files.wordpress.com/2011/04/375449_2730563616433_1027527330_32435154_1399007547_n2.jpg )
Situ Babakan merupakan danau buatan dengan area 30
hektare (79 hektare) dengan kedalaman 1-5 meter dimana airnya berasal dari
Sungai Ciliwung dan saat ini digunakan sebagai tempat wisata alternatif, bagi
warga dan para pengunjung. Peresmiannya Situ Babakan sebagai kawasan Cagar
Budaya Betawi dilakukan pada tahun 2004, yakni bersamaan dengan peringatan HUT
DKI Jakarta ke-474. Perkampungan ini dianggap masih mempertahankan dan
melestarikan budaya khas Betawi, seperti bangunan, dialek bahasa, seni tari,
seni musik, dan seni drama. Dalam sejarahnya, penetapan Situ Babakan sebagai
kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1996.
Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta juga pernah berencana menetapkan kawasan
Condet, Jakarta Timur, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi, namun urung (batal)
dilakukan karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur
dari nuansa budaya Betawi-nya. Dari pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta
kemudian merencanakan kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah
direncanakan tersebut. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah
perkampungan Situ Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sejak tahun
penetapan ini, pemerintah dan masyarakat mulai berusaha merintis dan
mengembangkan perkampungan tersebut sebagai kawasan cagar budaya yang layak
didatangi oleh para wisatawan. Setelah persiapan dirasa cukup, pada tahun 2004,
Situ Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sebagai kawasan
Cagar Budaya Betawi. Sebelum itu, perkampungan Situ Babakan juga merupakan
salah satu objek yang dipilih Pacific Asia Travel Association (PATA)
sebagai tempat kunjungan wisata bagi peserta konferensi PATA di Jakarta pada
bulan Oktober 2002.
Bangunan Tradisional Setu
Babakan
Perkampungan Situ Babakan adalah sebuah kawasan
pedesaan yang lingkungan alam dan budayanya yang masih terjaga secara
baik. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan cagar budaya ini akan disuguhi
panorama pepohonan rindang yang akan menambah suasana sejuk dan tenang ketika
memasukinya. Di kanan kiri jalan utama, pengunjung juga dapat melihat
rumah-rumah panggung berarsitektur khas Betawi yang masih dipertahankan
keasliannya.
Rumah asli Betawi
Yang tak kalah menarik, di perkampungan
ini juga banyak terdapat warung yang banyak menjajakan makanan-makanan khas
Betawi, seperti ketoprak, ketupat nyiksa, kerak telor, ketupat sayur, bakso,
laksa, arum manis, soto betawi, mie ayam, soto mie, roti buaya, bir pletok,
nasi uduk, kue apem, toge goreng, dan tahu gejrot. Wisatawan yang berkunjung ke
Situ Babakan juga dapat menyaksikan pagelaran seni budaya Betawi, antara lain
tari cokek, tari topeng, kasidah, marawis, seni gambus, lenong, tanjidor,
gambang kromong, dan ondel-ondel yang sering dipentaskan di sebuah panggung
terbuka berukuran 60 meter persegi setiap hari Sabtu dan Minggu. Selain
pagelaran seni, pengunjung juga dapat menyaksikan prosesi-prosesi budaya
Betawi, seperti upacara pernikahan, sunat, akikah, khatam Al-Qur‘an, dannujuh
bulan, atau juga sekedar melihat para pemuda dan anak-anak latihan menari dan
silat khas Betawi, Beksi. Sebagai sebuah kawasan cagar budaya, Situ Babakan
tidak hanya menyajikan pagelaran seni maupun budaya, melainkan juga menawarkan
jenis wisata alam yang tak kalah menarik, yakni wisata danau. Dua danau, yakni
Mangga Bolong dan Babakan, di perkampungan ini biasanya dimanfaatkan oleh
wisatawan untuk memancing atau sekedar bersenda gurau dan menikmati suasana
sejuk di pinggir danau. Selain itu, wisatawan juga dapat menyewa perahu untuk menyusuri
dan mengelilingi danau.
b.
Tindakan Pelestarian
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air
yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan (UU RI No. 11 Tahun 2010). Terdapat beberapa langkah dalam
melestarikan Cagar Budaya yaitu:
1.
Pelestarian
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, pengertian Pelestarian adalah upaya
dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara
melindungi, mengembangkan,dan memanfaatkannya. Dalam Undang-Undang tersebut di
atas, lembaga yang diberi fungsi untuk melindungi, mengembangkan,
memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah
ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan
mengomunikasikannya kepada masyarakat adalah museum.
2.
Pengembangan
Pengembangan, dalam UU Cagar Budaya, adalah
peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta
pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara
berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. Masyarakat
atau komunitas dalam masyarakat dapat secara aktif bersama-sama dengan museum
dapat terlibat dalam tahap pengembangan sebagai bagian dari pelestarian.
Penelitian ilmiah dapat dilakukan oleh berbagai pihak untuk menelisik dan
menelaah lebih lanjut tentang warisan bendawi dimaksud. Revitalisasi
memungkinkan masyarakat menikmati fungsi asal sebuah Bangunan Cagar Budaya,
sebagai contoh sebuah bangunan bersejarah yang kini berfungsi sebagai kantor
pemerintahan. Setelah dilakukan kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan,
ternyata bangunan dimaksud merupakan fasilitas pertunjukan pada masanya. Pada
saat-saat tertentu, fungsi ini dapat dikembalikan seperti semula dengan tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai pelestarian. Demikian juga dalam soal Adaptasi,
misalnya penambahan ruangan pada bangunan tersebut sesuai dengan kebutuhan. Unsur-unsur
publikasi Cagar Budaya dapat dikembangkan oleh masyarakat atau komunitas
masyarakat melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Publik dapat
menampilkan kegiatan-kegiatan promosi berupa pentas seni dan budaya.
3.
Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar
Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap
mempertahankan kelestariannya (UU Cagar Budaya 2010). Dalam konteks
pelestarian, pemanfaatan Cagar Budaya adalah mutlak karena merupakan muara dari
pelestarian. Salah satu tujuan Cagar Budaya dilindungi dan dikembangkan ialah
agar dapat dimanfaatkan. Pemanfaatannya dapat berupa sarana pembelajaran,
pusat rekreasi seni dan budaya, tempat diskusi dan lain sebagainya. Pemanfaatan
Cagar Budaya harus ditekankan pada elemen pendidikan karena pemahaman tentang
pelestarian itu lebih efektif dilakukan dengan pendekatan pendidikan.
Pemanfaatan lainnya dapat berupa kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi,
pariwisata, agama, sejarah, dan kebudayaan. Peran serta masyarakat dan
komunitas turut andil besar dalam melestarikan kawasan Cagar Budaya.
4.
Zonasi
Zoning adalah suatu upaya yang dapat
dilakukan untuk melindungi dan sekaligus mengatur peruntukan lahan, agar tidak
terganggu oleh kepentingan lain yang terjadi disekitarnya, yang oleh Callcott
(1989) disebutkan bahwa zonasi merupakan suatu cara atau teknik yang kuat
dan fleksibel untuk mengontrol pemanfaatan lahan pada masa datang
(Callcott,1989:38). Pernyataan yang dikemukaan oleh Callcott tersebut lebih di
tekankan pada pengaturan dan pengontrolan pemanfaatan lahan untuk berbagai
jenis kepentingan yang diatur secara bersama. Sementara dalam zonasi cagar
budaya tujuan utamanya adalah menentukan wilayahsitus serta mengatur atau
mengendalikan setiap kegiatan yang dapat dilakukan dalam setiap zona.Dengan
demikian maka zonasi cagar budaya yang dimaksud dalam hal ini, memiliki cakupan
yang lebih sempit dibanding dengan pengertian yang dikemukakan oleh Callcott,
namun memperlihatkan persaman antara satu dengan yang lainya, yaitu
masing-masing mengacu pada kepentingan pengendalian dan pemanfaatan lahan agar
dapat dipertahankan kelestarianya. Zoning sangat penting contohnya saja jika
cagar budaya berada dalam kawasan kota, maka ancaman terbesarnya adalah
aktifitas pembangunan kota yang tidak mengindahkan peraturan pelestarian
cagar budaya. Oleh karena itu, penentuan strategi zoning harus bersifat
aplikatif dan diupayakan dapat mengakomodir berbagai kepentingan. Zonasi
terhadap situs cagar budaya ini harus dilakukan dengan perspektif yang luas
untuk dapat menetapkan suatu sistem penataan ruang yang bijak dengan tetap
berpegang pada prinsip pelestarian tanpa merugikan pihak manapun. Hal ini
menjadi signifikan mengingat cakupan zonasi cagar budaya biasanya meliputi
sebuah wilayah yang cukup luas. Dengan demikian penentuan batas zona harus
mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara luas.
c.
Kesimpulan
Beradasarkan
paparan diatas tentang Setu babakan, bisa diambil kesimpulan bahwa kawasan Setu
babakan harus di lindungi, di pelihara dan termasuk daerah yang harus di
Konservasi. Karena menyimpan banyak potensi mulai dari potensi pariwisata,
kebudayaan, arsitektur dan lainnya. Semakin banyak bangunan, kawasan yang di
konservasi semakin baik karena menyimpan nilai kebudayaan yang sangat kental
dan itu merupakan ciri khas atau identitas setiap daerah.
d.
Daftar pustaka